
Lampungjaya.news, Tanggamus – Di jantung Kabupaten Tanggamus, Pekon Banjar Sari telah mengirimkan pesan yang keras namun indah kepada para pemimpinnya. Di desa yang asri ini, semangat gotong royong terbukti bukanlah sekadar warisan leluhur, melainkan daya ungkit perubahan yang sesungguhnya.
Jalan setapak menuju peristirahatan terakhir, yang sekian lama dibiarkan terjal dan kurang layak, kini telah bermetamorfosis menjadi sebuah karya kolektif. Warga RT 07 RW 04 dengan gagah berani, secara swadaya, menyulap jalan makam sepanjang 80 meter menjadi mulus dan ‘glowing’. Lebar jalan 2 meter itu menjadi simbol keluasan hati yang tak mau menyerah pada keterbatasan.
Inisiatif heroik ini lahir dari kesadaran murni masyarakat yang merasa bahwa kualitas infrastruktur—yang notabene merupakan tanggung jawab utama pemerintah desa—tak boleh terus terabaikan. Mereka tak menunggu anggaran turun dari langit, melainkan mengumpulkan dana, semen, dan pasir dari kantong sendiri.
“Kami tidak bisa mengungkapkan betapa bersyukurnya kami kepada seluruh warga dan donatur.
Namun, di saat yang sama, timbul pertanyaan di hati kami, mengapa inisiatif pembangunan vital ini harus lahir dari keringat swadaya penuh, seolah-olah anggaran desa yang seharusnya ada tidak mampu melihat atau menyentuh kebutuhan mendasar ini?” ujar Supri, tokoh masyarakat yang disegani, dengan nada bangga bercampur tanya.
Pujo, seorang warga lainnya, menambahkan bahwa jalan baru ini diharapkan membawa kenyamanan bagi peziarah.
“Jalan ini bukan hanya tentang beton. Ini adalah bukti bahwa masyarakat kami punya kemampuan untuk bergerak dan memimpin.
Kami berharap semangat ini menjadi cermin yang kuat bagi Kepala Desa dan jajaran perangkatnya, bahwa aspirasi dan kebutuhan riil warga seharusnya tidak perlu menunggu aksi kolektif darurat seperti ini untuk diwujudkan,” tegasnya.
Walaupun kebahagiaan warga sedikit terobati dengan kehadiran Ibu Marini Sari Utami dari DPRD Tanggamus yang memberikan dukungan, kontribusi eksternal tersebut justru mempertegas pesan: ketika inisiatif warga begitu masif, seharusnya Pemerintah Desa sudah berada di garis depan, bukan sekadar menjadi penonton atau penerima laporan.
Kisah Banjar Sari adalah sebuah kemenangan rakyat kecil atas apatisme infrastruktur. Ini adalah sebuah pengingat abadi bahwa kepemimpinan sejati adalah yang proaktif dan responsif, bukan yang menunggu warganya turun tangan sepenuhnya untuk menyelesaikan tugas-tugas dasar pembangunan desa.
Di Banjar Sari, pelita harapan kini telah dinyalakan, dan cahayanya harus menerangi setiap kebijakan yang diambil oleh pemimpin mereka. (Rizal)