Notaris Lalai, BPN Diduga Tutup Mata Tanah Negara Bisa Jadi Sertifikat

Lampungjaya.news, Tubaba – Pembangunan swalayan MM milik Imam di Tulang Bawang Barat menuai sorotan tajam. Investigasi tim gabungan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan wartawan menemukan fakta mencengangkan: bangunan megah itu berdiri di atas tanah tanggul irigasi milik negara.

Imam berdalih memiliki sertifikat tanah yang dibuat melalui notaris setahun lalu. Ironisnya, saat diminta menunjukkan sertifikat tersebut, ia menolak dengan nada tinggi, seolah tidak perlu menjelaskan kepada publik.

Padahal, jelas terlihat di lapangan bahwa bangunan swalayan sudah menduduki area tanggul irigasi, bahkan bekas galian alat berat masih terpampang nyata di sayap tanggul.

Lebih parah lagi, pasca pelebaran jalan utama di Tulang Bawang Barat, tanah warga sekitar justru berkurang sekitar tiga meter. Namun Imam tetap bersikeras berpedoman pada surat tanah lama yang ia pegang, seolah aturan dan kondisi terbaru tak berlaku baginya.

Ketika dipertanyakan, Imam berdalih tidak mengganggu saluran tersier. Dengan nada enteng ia berkata: “Saya tidak mengganggu tersier, kalau mau bangun tersier lagi silakan, masih bisa, tidak ganggu bangunan saya. Kalau ada perintah bangun lagi, masih bisa seperti sedia kala,” ucapnya.

Lebih lanjut, Imam menambahkan bahwa tidak ada keluhan dari masyarakat dan aliran air irigasi tidak terganggu. Namun, ketika dijelaskan bahwa penggunaan lahan sayap irigasi harus seizin Balai Pengairan, ia justru menimpali,

“Kalau ada ganti rugi dari pemerintah, ya silakan. Kalau tersier itu tidak ada ganti rugi, saya tidak tahu. Yang jelas, selama tidak mengganggu aliran, tidak apa-apa.”Pernyataan ini justru menimbulkan pertanyaan besar.

Bagaimana mungkin tanah negara bisa tiba-tiba bersertifikat? Imam mengaku membeli tanah tersebut, lalu dibuatkan sertifikat pada tahun lalu.

Ironisnya, ia bahkan tidak tahu luas tanahnya sendiri. Menurut pengakuannya, pengukuran dilakukan oleh pihak BPN melalui seseorang bernama Haris.

Informasi dari tetangga menyebut batas tanah berada di tengah saluran tersier, namun Imam tetap berpegang pada surat awal. Ketika ditanya apakah notaris dan aparatur tiyuh mengetahui proses pengukuran tersebut, Imam dengan ringan menjawab: “Saya tidak tahu.”

Fakta ini jelas menampar akal sehat. Di satu sisi masyarakat kehilangan lahan akibat pelebaran jalan, sementara di sisi lain ada bangunan megah yang dengan percaya diri berdiri di atas tanggul irigasi, lengkap dengan sertifikat yang patut diduga bermasalah.

Jika praktik seperti ini dibiarkan, tidak menutup kemungkinan tanah negara akan terus tergerus oleh kepentingan pribadi, sementara masyarakat hanya bisa gigit jari.(Jhn)