
Lampungjaya.news, Tubaba – Proses pemilihan pengurus Badan Kerjasama Antar Gereja (BKSAG) Kabupaten Tulang Bawang Barat yang digelar di Gereja Tuhan di Indonesia (GTDI) Margo Dadi, kini berubah menjadi polemik panas yang mengguncang kalangan rohaniwan.
Padahal, pada awalnya suasana rapat pemilihan berjalan damai, tertib, dan penuh kekeluargaan. Sebanyak 29 utusan gereja se-Kabupaten Tubaba hadir, membawa surat kredensi resmi dari masing-masing gereja sebagai tanda sah untuk memilih dan dipilih. Semua tahapan telah berjalan sesuai dengan AD/ART BKSAG, tanpa sedikit pun keberatan dari peserta rapat.
Dalam proses demokratis itu, Pendeta Daniel terpilih dengan suara terbanyak sebagai Ketua Umum BKSAG Tubaba, disusul Pendeta Amin Tri Widodo sebagai Sekretaris, dan Pendeta Yosua Wahyudi sebagai Bendahara.
Lima nama lainnya, yakni Pdt. Mauli Opu Sunggu, Pdt. Andi, Pdt. Muhtar, Pdt. Teofilus, dan Suko Riyanto, melengkapi jajaran pengurus yang baru terbentuk.
Namun siapa sangka, belum genap sebulan setelah pemilihan, situasi berbalik drastis. Tujuh orang dari pengurus terpilih mendadak mengundurkan diri, dan mendorong agar diadakan pemilihan ulang.
Ironisnya, ketua terpilih, Pdt. Daniel, menolak mundur. Ia menegaskan bahwa dirinya akan mempertahankan marwah dan integritas BKSAG Tubaba dari praktik-praktik yang tidak sehat.
Situasi makin keruh ketika muncul dugaan provokasi dari dua oknum, yakni Pdt. Yosua dan Pdt. Mauli, yang disebut-sebut menjadi pemicu keputusan kontroversial panitia.
Tanpa dasar kuat dan tanpa musyawarah terbuka, panitia pemilihan yang diketuai Pdt. Joko Nawanto dan Pdt. Yedi Wibisono tiba-tiba menggelar rapat dengan hanya 20 utusan gereja, jumlah yang lebih sedikit dari rapat sebelumnya.
Dari rapat yang dianggap tidak sah tersebut, keluar keputusan membatalkan Pdt. Daniel sebagai ketua terpilih dan mengumumkan rencana pemilihan ulang.
Langkah sepihak itu sontak memantik kemarahan dan kekecewaan banyak pihak, terutama dari gereja-gereja yang merasa hasil pemilihan sah telah dicederai.
“Kami sudah memilih secara sah, sesuai AD/ART dan dihadiri 29 utusan resmi. Tidak ada satu pun keberatan waktu itu.
Tapi kenapa sekarang hasilnya dibatalkan? Ini bukan soal jabatan, ini soal harga diri dan marwah lembaga rohani!” Pdt. Daniel, Ketua Terpilih BKSAG Tubaba
Banyak kalangan menilai tindakan panitia sebagai bentuk kecorobohan dan ketidaktaatan terhadap aturan organisasi, bahkan ada yang menyebutnya sebagai intervensi kepentingan pribadi yang berbau politik gerejawi.
Kini, jemaat dan para pendeta di Tubaba menanti langkah tegas dari BKSAG tingkat provinsi.
Apakah lembaga yang sejatinya menjadi wadah kerukunan antar gereja ini akan tetap berdiri tegak, atau justru runtuh karena ambisi dan provokasi segelintir orang.(Jhn)