Blower Meledak di PT Mentari : 1 Pekerja Tewas, 6 Luka – DPRD Tubaba Ngamuk, Tuntut Pabrik Tutup!

Lampungjaya.news, Tubaba – Ledakan blower pengopenan milik PT Mentari Prima Jayaabadi menelan korban jiwa. Seorang pekerja harian lepas tewas mengenaskan, enam lainnya luka-luka. Tragisnya, para pekerja diduga bekerja tanpa Alat Pelindung Diri (APD) standar.

Tragedi ini langsung memicu amarah DPRD Tulang Bawang Barat. Dipimpin Ketua DPRD Busroni, empat anggota dewan, Yantoni, Arif Bandarsah, Joko Kuncoro, dan Arya Saputra turun ke lokasi dan menemukan sederet pelanggaran fatal.

“Perusahaan Wajib Bertanggung Jawab!”

Amarah pecah dari mulut anggota DPRD, Yantoni, usai melihat fakta mengenaskan di lapangan.

“Kalau pekerja tidak pakai APD, ini jelas kelalaian perusahaan! Perusahaan harus bertanggung jawab penuh. Operasi pabrik ini harus dihentikan sampai ada pembenahan serius!” tegasnya.

Tak hanya itu, ia juga menyoroti armada angkutan singkong dan tepung milik perusahaan yang kerap overload hingga merusak jalan daerah.

“Jangan cuma mengeruk untung, sementara jalan hancur dan nyawa melayang!” sembur Yantoni.

K3 Diduga Hanya Formalitas. Dugaan kelalaian semakin terang. Yantoni mendesak polisi untuk turun tangan.

“Ini bukan sekadar musibah. Ini kelalaian yang merenggut nyawa! K3 jangan hanya formalitas izin di atas kertas. Di pintu masuk saja APD wajib ada, tapi faktanya nihil!”

Senada, Arif Bandarsah menyoroti ketiadaan tenaga ahli dalam proses pengopenan.

“Kalau pakai sepatu bot, kakinya tidak akan melepuh. APD tidak tersedia, ini murni kesalahan perusahaan!” ujarnya kesal.

Nyawa Pekerja Hanya Rp50 Juta?

Pihak perusahaan melalui perwakilan bernama Agus mengklaim sudah menanggung biaya rumah sakit, pemakaman, hingga memberi santunan Rp50 juta. Namun, pernyataan itu justru membakar amarah keluarga korban.

“Tidak ada BPJS Ketenagakerjaan! Anak saya kerja tanpa APD, tanpa jaminan keselamatan. Semua pekerja pengopenan itu harian lepas. Makanya anak saya jadi korban!” kata orang tua korban dengan suara bergetar menahan tangis.

Ledakan maut ini kini jadi sorotan publik. Pertanyaan tajam pun bergulir:

Apakah nyawa buruh cuma dihargai Rp50 juta?

Apakah perusahaan akan tetap dibiarkan beroperasi tanpa perubahan serius?

DPRD sudah bersuara keras. Kini bola panas ada di tangan Pemkab Tubaba dan aparat penegak hukum: berani bertindak tegas, atau kembali membiarkan buruh murah mati sia-sia. (Jhn)