Diduga Melakukan Praktek Pungli, Seorang Oknum Pegawai RSUD Zapa Siap dilaporkan Ke Pihak Berwajib.
Spread the love

Lampungjaya.news , Waykanan – Praktik korupsi telah menggurita hingga aparatur terendah. Bila para pejabat korupsi miliaran rupiah, pamong rendahan melakukan pungutan liar pada rakyat kelas bawah.

Sebut saja seperti program jaminan persalinan (Jampersal), yang tak luput dari praktik pungli. Program melahirkan gratis yang resmi diluncurkan oleh Kemenkes RI, dengan tujuan mengurangi angka kematian ibu (AKI) dan juga angka kematian bayi (AKB) di Indonesia yang sedianya untuk masyarakat miskin, tetap dipungut bayaran oleh salah satu oknum perawat beinisial BD, yang bertugas di RSUD Zainal Abidin Pagar Alam (ZAPA) Way Kanan, Minggu (5/1/2019).

Untuk mengetahui kebenaran adanya dugaan pungli terhadap pasien Jampersal, awak media mendatangi rumah pasien (Her Yuli) di Kampung Penengahan, Kecamatan Negeri Agung, Way Kanan.

Dari keterangan adik ipar Her Yuli, Sri Yani, mengatakan, awalnya ayuk iparnya melakukan USG pertama di RSUD ZAPA dan hasilnya itu dilihat oleh bidan BD. “Apa lagi kita sudah kenal sama beliau setelah ayuk ipar saya USG pada tanggal 17 Nopember 2019 lalu bidan BD menanyakan keadaan Yuli, saya ceritakan dokter sudah memastikan kalau Yuli harus operasi caesar gak bisa melahirkan secara normal,” ungkapnya.

Selanjutnya, kata Sri, bidan BD menanyakan sudah ada BPJS belum dan dijawab belum ada. “Akhirnya bidan BD menyarankan kami kerumahnya di mana bidan BD akan mengurus masalah operasi caesar Her Yuli,” jelasnya.

“Akhirnya kami kerumah bidan BD dan dia minta persyaratan KK sama foto copy KTP, bidan itu juga menjelaskan kalau pakek Jampersal ini untuk operasi caesar separuh harga, misalkan harga umum bisa kena Rp16-28 juta kalau pakai Jampersal cuma kena Rp8-14 juta, gitu penjelasannya, mendengar keterangan bidan itu, kami takut akhirnya kami mengikuti apa kemauannya,” lanjutnya.

Sri melanjutkan, bidan BD meminta uang Rp3 juta dengan alasan untuk mengurus Jampersal karena persyaratan itu mau diantar keatas sama uang itu, akhirnya kami kasih uang 3 juta itu dirumahnya, setelah penyerahan uang Rp3 juta dirumah bidan BD, tiga atau dua hari kemudian bidan BD menelepon dan menyuruh orang kerumah, memang temannya juga dia bilang minta tambah uang untuk mencukupi menjadi Rp6 juta, sebab yang Rp3 juta lalu ditolak dari atas dan dipulangkan persyaratan kami.

“Dia bilang terserah mau nyukupi Rp6 juta itu atau pakai jalur umum Rp28 juta, mendengar penjelasan itu, kami carilah pinjaman uang Rp3 juta dan kami serahkan lagi di rumah bidan BD, tapi cuma diambilnya Rp2 juta saja yang Rp1 jutanya dipulangkan oleh bidan BD, kata bidan itu yang Rp1 jutanya nanti serahkan di rumah sakit untuk nebus anak (bayi).

“Setelah operasi caesar bidan BD meminta uang Rp1 juta yang untuk nebus bayi dengan alasan ruang bayi sama ibunya beda saya kasihlah uang Rp1 juta itu. Setelah mau pulang Her Yuli ini pasang susuk KB biasanyakan gratis dari rumah sakit tapi sama bidan BD disuruh bayar, lalu saya tanya sama bidan lainnya mereka bilang juga gratis akhirnya saya bilang sama bidan BD, bu dari rumah sakit gratis masang susuk KB, kok ibu bilang bayar,” bebernya.

Mendengar hal itu, kata Sri, bidan BD marah-marah dan mengatakan bahwa tidak ada yang gratis. “Saya beli di apotik susuknya kamu orang itu pakai Jampersal apasih kekuatan Jampersal, apa lagi itu cuma tandatangan pak kepala kampung apa kekuatannya, emang pak kepala kampung yang meng-gaji kami, kalau BPJS kami dapat uang dari pemerintah sana, gitu kata bidan BD,” kata Sri menirukan ucapan BD.

Akhirnya bidan BD minta bayar untuk masang susuk KB berserta biaya-biaya lainnya Rp3,5 juta. “Tapi kami gak ada uang segitu dan kami bayar Rp2,5 juta pas harian mau pulang jadi total uang yang kami serahkan kepada bidan BD Rp7,5 juta,” paparnya.

“Harapan kami dari keluarga besar Her Yuli memohon keadilan, karena orang tua Yuli seorang janda dan Her Yuli sendiri mengalami cacat fisik di mana tangan dan kakinya sebelah kanan tidak normal sedangkan suami Heri Yuli pekerjaannya tidak menentu, yang lebih sakit lagi uang yang mereka pinjam dari orang sebesar Rp7,5 juta itu uang bungaan, kami berharap uang itu dapat dikembalikan dan kami juga tidak tau kalau Jampersal itu gratis” harapnya.

Sementara itu, bidan BD ditemui oleh rekan media ditempat prakteknya, membantah semua tuduhan dari keluarga pasien Heri Yuli.

“Itu semuanya bohong saya disitu benar-benar membantu dan tidak ada yang saya pungut biaya sepeserpun, dan apa buktinya saya telah mengambil atau meminta uang kepada keluarga pasien,” singkatnya. (Red)