
Lampungjaya.news, Tubaba – Kerusakan parah pada ruas jalan di Tiyuh Makarti, Kabupaten Tulang Bawang Barat, diduga kuat disebabkan oleh lalu lintas armada angkutan milik pelaku usaha lapak singkong yang beroperasi di wilayah tersebut dan dari luar daerah, termasuk dari Desa Purbasakti, Kabupaten Lampung Utara. Minggu, (10/8/2025)
Hasil penelusuran tim media mengungkap, di Desa Purbasakti terdapat dua lapak besar milik Ipul dan Darto. Lapak milik Ipul tampak sepi tanpa aktivitas, hanya terlihat sebuah alat berat shovel clip di lokasi. Sementara di lapak milik Darto, terlihat aktivitas bongkar muat singkong dari mobil pick up.
Darto mengaku, rata-rata semua lapak memiliki tonase muatan yang sama.
“Untuk armada, kami pakai Colt Diesel. Jalur yang kami lalui kadang lewat Makarti, kadang lewat Ujung Batu,” ujarnya singkat.
Sementara itu, lapak di Tiyuh Sumber Rejo milik pengusaha asal Menggala yang dikelola Kholis, menegaskan bahwa armada mereka tidak melewati jalur Gunung Menanti.
“Mobil muatan kami tidak pernah lewat Gunung Menanti. Semua perizinan lengkap,” tegasnya.
Di Tiyuh Makarti sendiri, lapak milik Budi tampak tak beroperasi. Beberapa truk dan alat berat terparkir di lokasi, namun pemilik tidak berada di tempat. Seorang pekerja menyebut Budi sedang keluar.
Berbeda dengan lapak milik Wiwid, aktivitas masih terlihat. Di lokasi terdapat tumpukan singkong dan alat berat yang tengah istirahat. Saat ditemui di kediamannya, Wiwid bercerita panjang lebar.
Ia mengungkap, para pemilik lapak di sekitar wilayah tersebut sebenarnya kompak membantu memperbaiki jalan dengan cara iuran membeli batu. Wiwid juga menyebut Darto memiliki dua lapak singkong di Purba Sakti dan Suka Rejo, Lampung Utara.
“Colt Diesel roda enam biasanya muat 9 sampai 10 ton. Kalau sepi, paling dua sampai empat mobil sehari. Tapi kalau lagi banyak barang, bisa sampai 10 mobil per hari,” jelasnya.
Wiwid tak menampik adanya himbauan dari Dinas Perhubungan soal batas tonase maksimal 8 ton untuk jalan provinsi dan kabupaten. Namun, ia berharap aturan tersebut dikaji ulang agar sesuai dengan kebutuhan usaha.
“Kalau pemerintah membangun jalan, tolong kualitasnya disesuaikan dengan muatan 9–10 ton. Jadi aturan dan kenyataan di lapangan bisa sinkron,” pungkasnya.(Jhn)