Kandang Babi di Pemukiman Warga, Diduga Tak Berizin – Warga Merasa Resah

Lampungjaya.news, Tubaba – Polemik keberadaan kandang babi di salah satu Tiyuh di Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) kembali mencuat. Fakta terbaru mengungkap bahwa kandang babi tersebut bukan milik anggota TNI seperti informasi yang sebelumnya beredar di masyarakat, melainkan milik seorang kepala sekolah SMP negeri.

Warga sekitar mengaku kesal karena keberadaan kandang itu sama sekali tidak melalui proses izin, baik secara lisan maupun tertulis.

“Tidak ada izin dengan tetangga, tanda tangan juga tidak. Tahu-tahu kandangnya sudah ada,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya, dengan nada kesal.

Kepalo Tiyuh setempat, Amrin Widayat, juga menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menerima laporan atau permohonan izin terkait pembangunan kandang tersebut.

“Tidak ada izin ke saya, konfirmasi juga tidak ada. Kandang babi di Suku Satu belum pernah ada laporan atau persetujuan lingkungan. Selagi masyarakat tidak ada gejolak, saya diamkan.

Tapi kalau masyarakat sudah resah, pasti kami bertindak. Saya belum pernah cek, ini lagi mau suruh pak RK ngecek kandang babi itu,” jelas Amrin.

Ketua MUI Tubaba, Machrus Ali, S.Pd, turut angkat bicara. Ia menegaskan bahwa persoalan ini perlu segera ditindaklanjuti agar tidak menimbulkan keresahan lebih luas, terutama di lingkungan mayoritas Muslim.

“Dari sisi pandangan mayoritas umat Muslim, ini harus segera didengarkan. Keberadaan kandang babi di tengah pemukiman Muslim bisa menimbulkan masalah serius, baik dari segi najis maupun kesehatan.

Jika suatu saat pemilik kandang meminta rekomendasi MUI, jelas kami tidak akan mengeluarkannya. Ini justru akan membuat masyarakat semakin resah,” tegas Machrus Ali.

Ia pun meminta pemerintah turun tangan untuk meninjau ulang keberadaan kandang tersebut.

“Apapun kebijakan atau keputusan, jangan sampai meresahkan masyarakat. Pemerintah harus segera turun ke lapangan dan mencari solusi,” harapnya.

Keberadaan kandang babi di tengah pemukiman padat penduduk tanpa izin jelas menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa seorang pejabat publik bisa mendirikan kandang tanpa melalui prosedur yang seharusnya? Mengapa pemerintah baru akan bertindak setelah ada “gejolak” di masyarakat?

Warga menilai hal ini sebagai bentuk pembiaran dan lambannya respon aparat. Bau kotoran yang mengganggu, potensi penyebaran penyakit, dan ketidaknyamanan warga semakin memperburuk situasi.

Jika persoalan ini tidak segera ditindaklanjuti, bukan tidak mungkin akan memicu konflik sosial di kemudian hari. (Jhn)