Kisruh BKAG Tubaba: Pemilihan Sah, Tapi Pengurus Mundur Massal Diduga Ada Provokasi Dua Oknum

Lampungjaya.news, Tubaba – Kisruh di tubuh Badan Kerja Antar Gereja (BKAG) Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) kembali mencuat dan menimbulkan kegaduhan.

Pemilihan pengurus yang seharusnya menjadi ajang kebersamaan antar gereja justru berubah jadi arena intrik dan saling sikut.

Padahal, proses pemilihan sudah berjalan sesuai dengan AD/ART. Namun, tak lama setelah itu, sejumlah pengurus ramai-ramai mengundurkan diri.

Diduga kuat, ada dua oknum berinisial YW dan MO yang memprovokasi dan memperkeruh suasana.

Pendeta Adi Prasetyo dari GPIA Tirta Kencana pun angkat bicara. Ia mengaku heran dengan sikap sebagian rekan sepelayanan yang tiba-tiba mundur setelah hasil pemilihan diumumkan.

“BKAG adalah badan kerja sama antar gereja. Yang memicu mereka mundur itu karena alasan pribadi. Ada yang mau fokus di gereja, ada juga yang tidak cocok dengan ketua terpilih,” ungkap Adi dengan nada kecewa.

Adi menjelaskan, panitia pemilihan dipegang oleh Joko dan Yedi, dan semula terdapat delapan pengurus, padahal semestinya hanya tujuh orang.

“Pertemuan terakhir sempat deadlock. Harusnya tujuh pengurus, tapi jadi delapan. Yang satu mundur, akhirnya muncul wacana pemilihan ulang,” katanya.

Namun, Adi juga menyinggung adanya tanda-tanda provokasi dari dalam tubuh pengurus.

“Mungkin ada provokasi di antara tujuh pengurus itu. Saya kurang tahu siapa, tapi kalau kita renungkan, ini memalukan. Kita ini pendeta, seharusnya jadi teladan, bukan malah bikin kisruh,” tegasnya.

Sementara itu, Pendeta Suroto dari GKRI Pulung Kencana juga mengaku tidak mengerti alasan pemilihan ulang digaungkan.

“Pemilihannya sudah sesuai. Untuk pemilihan ulang belum ada keputusan. Dengar-dengar sih ada wacana, tapi itu bukan dari panitia, hanya kabar dari pengurus lama. Soal kenapa kawan-kawan mundur, saya sendiri kurang tahu,” ujarnya.

Sedangkan Suko Riyanto, penatua GITJ Tirta Kencana, malah mengaku terseret secara tak sengaja dalam kepengurusan BKAG.

“Saya awalnya diajak karena kekurangan orang. Delapan calon ya delapan terpilih. Tapi karena yang lain mundur, ya saya ikut mundur. Masa saya sendiri yang maju? Saya sebenarnya enggak tertarik, sibuk di gereja,” ujarnya polos.

Dari rangkaian pernyataan tersebut, tampak jelas bahwa koordinasi internal BKAG Tubaba lemah dan banyak pihak tidak memahami mekanisme organisasi sesuai AD/ART.

Yang lebih memprihatinkan, lembaga yang seharusnya menjadi simbol persatuan antar gereja kini justru menjadi ajang pertikaian dan saling tuding.

Publik pun bertanya-tanya, apakah lembaga rohani sebesar BKAG Tubaba telah kehilangan arah?

Jika benar provokasi dua oknum itu menjadi pemicu, maka pantas jika umat mulai geram: pendeta berselisih, gereja tercoreng, dan persaudaraan iman dikorbankan hanya karena kepentingan pribadi.

Kini, masyarakat menunggu langkah bijak dari para pemimpin rohani apakah mereka mampu meredam bara konflik ini, atau justru membiarkan aib ini menjadi noda dalam sejarah BKAG Tubaba.(Jhn)