Kisruh BKSAG Tubaba Memanas: Dua Pendeta Diduga Jadi Provokator, Pengurus Pecah, Umat Geram

Lampungjaya.news, Tubaba – Kisruh internal Badan Kerja Sama Antar Gereja (BKSAG) Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba) rupanya belum juga berakhir. Bukannya reda, gejolak justru makin membara. Kini muncul dugaan bahwa dua pendeta berinisial Y dan M menjadi pemicu utama kericuhan setelah pemilihan pengurus baru pada 25 Agustus 2025 lalu.

Dua nama itu kini jadi bahan perbincangan hangat di kalangan jemaat dan tokoh rohani. Pasalnya, setelah hasil pemilihan diumumkan dan pengurus baru terbentuk, keduanya justru disebut-sebut menghembuskan isu provokatif yang memecah suasana kebersamaan antar gereja.

Dalam penjelasannya, Pendeta Yosua Wahyudi mauli opusunggu, yang juga disebut terlibat dalam pusaran dinamika tersebut, membenarkan bahwa sempat ada kekisruhan, namun menegaskan bahwa segala keputusan sudah disepakati lewat musyawarah.

“Yang jelas kemarin hasil musyawarah sudah diputuskan. Sekarang yang ngurus itu yang kompeten, ada PJ-nya. Pendeta Joko jadi PJ sementara. Saya sendiri sudah mengundurkan diri, jadi tidak ikut lagi dalam pengurusan. Soal ketua terpilih Daniel, semua sudah dibahas pada rapat kedua tanggal 17–18 September. Sudah selesai, tidak perlu diperpanjang,” ujar Yosua dengan nada datar.

Namun, Yosua juga tak menampik bahwa alasan pengunduran diri beberapa pihak dipicu oleh isu pribadi dan persepsi negatif terhadap ketua terpilih, Pendeta Daniel, yang disebut “tidak layak jadi panutan umat.”

Ironisnya, saat ditanya lebih jauh, Yosua justru mengaku tidak punya bukti konkret atas tudingan itu.

“Alasan menilai Daniel tidak layak itu hanya pandangan pribadi saya. Tidak ada bukti, dan tidak ada yang menyuruh saya bicara begitu,” tambahnya.

Pernyataan tersebut justru membuat publik bertanya-tanya — jika tidak punya bukti, mengapa pernyataan seperti itu dilontarkan dan akhirnya menyulut keretakan di tubuh BKSAG?

Kisruh makin melebar ketika wartawan mencoba menelusuri ke rumah Pendeta Mauli, sosok lain yang juga disebut-sebut ikut memicu perpecahan. Namun, Mauli sedang tidak di rumah.

Sang istri yang ditemui wartawan memberi tanggapan singkat namun menggambarkan betapa suaminya berusaha cuci tangan dari masalah ini.

“Kalau soal BKSAG, silakan hubungi pengurus saja. Suami saya itu cuma anggota. Kalau ada urusan organisasi, biasanya disuruh langsung ke Pak Wito, Yedi, atau Bambang. Bapak nggak tahu-menahu soal BKSAG, cuma manut aja,” ujar istrinya dengan nada hati-hati.

Pernyataan itu menimbulkan dugaan baru: apakah benar Mauli benar-benar tidak tahu-menahu, ataukah hanya berusaha menghindar dari sorotan publik setelah kisruh melebar dan membuat banyak pihak malu?

Sumber internal BKSAG menyebut, sebelum gejolak mencuat, ada sejumlah pembicaraan di grup WhatsApp antar pendeta yang menyinggung soal kelayakan moral ketua terpilih. Dari sinilah benih perpecahan muncul hingga akhirnya tujuh orang pengurus memilih mundur.

“Kalau sudah mundur ya selesai, tapi jangan kemudian bikin isu yang menggiring opini umat,” ujar salah satu anggota forum yang meminta identitasnya disembunyikan.

Lembaga yang seharusnya menjadi rumah besar kebersamaan gereja justru dilanda intrik, tudingan, dan kepentingan pribadi.

Sementara itu, umat di akar rumput hanya bisa mengelus dada, menyaksikan para pemimpin rohani mereka ribut, saling tuding, dan saling klarifikasi di media.

“Malu lihatnya. Pendeta-pendeta yang harusnya menenangkan malah bikin panas suasana,” keluh seorang jemaat di Margo Dadi.

Kini publik gereja menunggu, apakah Panitia Pengarah (PJ) yang dipimpin Pendeta Joko mampu menata kembali arah organisasi, atau kisruh ini akan terus menjadi luka terbuka di tubuh BKSAG Tubaba.

Yang pasti, aroma perselisihan sudah menyebar ke mana-mana — dan umat mulai jenuh menonton drama rohani yang kehilangan makna kasih.(Jhn)