Tanggul Irigasi Disulap Jadi Rumah Pribadi: Bangunan Liar Menjamur, UPTD Diduga Membiarkan

Lampungjaya.news, Tubaba – Fakta mengejutkan terungkap di sejumlah Tiyuh (desa) di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Bangunan-bangunan permanen tampak berdiri megah di kiri dan kanan saluran irigasi. Ironisnya, rumah-rumah tersebut berdiri di atas lahan milik negara yang seharusnya dilindungi dan dimanfaatkan sebagai jalur irigasi.

Pantauan awak media bersama lembaga kontrol sosial menunjukkan bahwa tanggul irigasi di beberapa titik telah dibongkar secara terang-terangan. Bahkan, sebagian besar tanggul kini tidak lagi tampak wujudnya, tergantikan oleh bangunan pribadi yang berdiri kokoh. Lahan yang semestinya menjadi penyangga infrastruktur pengairan kini berubah fungsi menjadi kawasan hunian liar.

“Sudah Ada Surat, Dibeli dari Mbah”

Salah satu warga, Joko, dengan santai mengakui bahwa tanah tersebut dibelinya dari seseorang yang ia sebut “Mbah”. “Lahan irigasi ini sayapnya 50 meter. Ini lahan di atas tanggul. Ini dulu dibeli dari Mbah dan suratnya sudah dipecah-pecah,” ujarnya, seolah tidak menyadari bahwa yang ia kuasai adalah aset milik negara.

Pernyataan serupa disampaikan oleh warga lain yang kami samarkan dengan nama Dahlia.“Ini bangunan milik kami pribadi dari Mbah, sudah ada surat. Saya tidak tahu siapa yang mengurusnya. Mbah saya masih ada di situ rumahnya,” ujarnya tanpa ragu.

Kedua pengakuan ini memunculkan pertanyaan besar yang tak bisa dibiarkan menggantung:

Bagaimana bisa lahan negara—yang merupakan jalur irigasi vital—beralih kepemilikan secara perorangan?

Siapa yang menerbitkan surat kepemilikan? Apakah ada permainan oknum?

Dalih Warga, Lemahnya Pengawasan

Beberapa warga berdalih bahwa sejak tanggul irigasi dibangun pada era 1980-an, saluran tersebut tidak pernah berfungsi karena wilayah yang dilaluinya memang tidak memiliki area persawahan. Alasan ini kemudian dijadikan dasar untuk menguasai dan membangun secara ilegal.

Namun dalih tersebut tidak dapat dijadikan pembenaran. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, Pasal 40 Ayat (2):

“Setiap orang dilarang membangun bangunan atau melakukan kegiatan lain di sempadan saluran irigasi yang dapat mengganggu fungsi irigasi.”

Lebih lanjut, Peraturan Menteri PUPR Nomor 28/PRT/M/2015 menegaskan bahwa:

“Sempadan saluran irigasi minimal 5–10 meter dari tepi saluran harus steril dan tidak boleh didirikan bangunan.”

Dengan kata lain, setiap bangunan yang berdiri di atas atau di sekitar tanggul adalah bentuk pelanggaran hukum.

Kepalo Tiyuh Ikut Bangun, Etika Publik Dilanggar. Lebih memprihatinkan lagi, dari hasil investigasi ditemukan bahwa salah satu rumah permanen yang berdiri di atas tanggul merupakan milik Kepalo Tiyuh (Kepala Desa) setempat. Fakta ini menambah deretan ironi.

Seorang pemimpin yang seharusnya menjadi contoh dan pelindung aset negara, justru ikut andil dalam pelanggaran terang-terangan.

Lembaga kontrol sosial pun menyuarakan desakan agar UPTD Irigasi, Dinas PUPR, dan pemerintah daerah segera melakukan tindakan tegas terhadap pelanggaran ini.(Jhn)