Terganjal RIPPDA, DAK Pariwisata Melayang
Spread the love

Lampungjaya.news, Kotabumi – Belum  disahkannya Rencana Induk Pengembangan Pariwisataan Daerah (RIPPDA) Kabupaten Lampung Utara (Lampura) oleh DPRD setempat, menjadi satu ganjalan untuk pengembangan sektor pariwisata di kabupaten tersebut.

Disaat kondisi keuangan daerah sedang minim seperti saat ini, kerjasama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) harusnya lebih digalakkan. Langkah ini perlu diambil untuk memperoleh Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Kementerian yang dinahkodai Wishnutama Kusubandio tersebut.

“RIPPDA menjadi salah satu syarat mutlak untuk mendapatkan dana DAK dari Kementerian Pariwisata. Sementara RIPPDA kita (Lampura) belum selesai pembahasannya, jadi sayang sekali,” kata Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Lampura, Ilham Akbar di ruang kerjanya, Kamis (05/03).

Seperti tahun 2019 lalu, diakuinya bahwa Kabupaten Lampura sudah masuk dalam data base Kemenparekraf sebagai penerima DAK untuk pengembangan potensi pariwisata sebesar Rp. 1,5 milyar. Namun gagal karena hingga batas waktu yang ditentukan, RIPPDA yang diminta pihak Kementerian tidak bisa diserahkan, karena belum ada.

“Tahun lalu kita sudah ditunggu, karena sudah masuk dalam daftar penerima DAK bidang pariwisata sebesar Rp. 1,5 milyar. Sampai dengan batas waktu yang ditentukan dan sudah harus ketok palu, kita belum bisa sampaikan. Akhirnya harus tercoret dari daftar penerima. Itu dampak terbesarnya,” tandas Ilham.

Dijelaskannya, bahwa dalam RIPPDA itu juga nantinya akan mengatur tentang visi dan misi, tujuan dan sasaran, arah kebijakan, strategi dan indikasi program serta ilustrasi pengembangan objek-objek wisata. Terutama pengembangan kawasan wisata yang menjadi andalan di Kabupaten Lampura seperti,  di Bendungan Way Tebabeng, arung jeram The Green Bamboo di Desa Sri Bandung, serta sejumlah objek wisata lainnya.

“Semua potensi pariwisata yang ada di 23 kecamatan nantinya akan termaktub semua di sana (RIPPDA). Jadi setiap kecamatan itu dengan kondisi wilayah dan alamnya, cocoknya wisata apa yang akan dikembangkan di kecamatan itu, serta bagaimana pengelolaan jangka panjangnya ke depan,” ujar Ilham.

Ditambahkannya, bahwa dengan RIPPDA ini nantinya sebagai acuan pembagian zona obyek pariwisata serta payung hukum untuk melakukan pembangunan di sektor kepariwisataan.

“Dengan adanya RIPPDA ini, maka akan diketahui masalah pengembangan pariwisata, terutama kendala infrastruktur dan pengembangan tujuan (destinasi) wisata,” tambahnya.

Sementara terkait pembahasan di DPRD, RIPPDA ini sendiri sudah masuk dalam 11 program pembentukan peraturan daerah (Propemperda) tahun 2020. 

Saat ini tengah dalam masa pengkajian dan sedang digodok oleh DPRD Lampura. Diharapkan pertengahan tahun ini, Dewan sudah dapat mengesahkannya menjadi peraturan daerah (Perda).

“Kita optimis bahwa wakil rakyat kita yang ada di Parlemen benar-benar melihat kebutuhan masyarakat terhadap Perda tentang pengembangan pariwisata ini. Insya Allah tahun ini sudah bisa disahkan menjadi Perda, karena sudah dalam pembahasan di Dewan,” ujar Ilham lagi.

Lebih lanjut, Ilham Akbar juga menyampaikan bahwa pihaknya terus berupaya untuk mengembangkan sektor pariwisata di Lampura. Salah satunya menjadikan bendungan Way Tebabeng yang berada di Kecamatan Blambangan Pagar, sebagai ikon wisata daerah. Namun untuk mewujudkannya dibutuhkan suport dan dukungan dari berbagai pihak.

“Alhamdulillah sampai dengan hari ini semua terus berjalan meski dalam kondisi yang serba terbatas,” ucapnya. Seraya mengatakan, ditetapkannya bendungan Way Tebabeng menjadi lokasi ikon wisata daerah karena tempat tersebut telah bersertifikat atas nama Pemkab Lampura.

Sehingga pada tahun 2019 lalu, melalui Pemprov Lampung, bendungan Way Tebabeng mendapatkan kucuran bantuan sebesar Rp1,7 miliar. Alokasi dana tersebut dipergunakan untuk kegiatan normalisasi dan penataan tepian bendungan. 

Ditambahkan oleh Kabid Pariwisata Disporapar Lampura, Redy Apriansyah, lokasi wisata bendungan Way Tebabeng memiliki luas total 7,2 hektar. Dengan luas bagian perairannya 3 hektar, sedang luas daratan seluas 4 hektar.

Dibagian daratan, akan dibagi menjadi dua. Pada lahan seluas 3 hektar akan dibangun sejumlah fasilitas pendukung wisata, sedang sisanya 1 hektar lagi akan dijadikan daerah tangkapan atau rest area. 

“Kita (Disporapar) terus bergerak untuk terus melanjutkan pengembangan Way Tebabeng. Tahun ini akan dibangun pagar sederhana, pembersihan, perapihan dan membuat empat unit wc dan rumah pohon dengan memfaatkan pohon-pohon yang ada,” pungkas Redy. (AND)