Lampungjaya.news, Kotabumi – Pemerintah Kabupaten Lampung Utara telah melakukan pembiaran terhadap 90 Kepala Desa di Lampung Utara yang sah dikatakan sebagai pelaku korupsi.
Hal itu dikatakan Samsi Eka Putra sebagai Direktur Kabupaten Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Awalindo di ruang kerja kepada awak media pada Rabu, (30/09/2020).
Samsi menguraikan, pada tahun 2017 dirinya melakukan guguatan secara hukum terhadap Pemerintah Kabupaten Lampung Utara karena menurut penilaian pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak pada saat itu cacat hukum.
“Kelanjutan dari gugatan itu, telah terlaksana beberapa kali sidang di Pengadilan Negeri Kotabumi. Pada ahirnya Majelis Hakim di Pengadilan Negeri tersebut memberikan putusan tanggal 11 Desember 2017 yang isinya menyatakan pelaksaan Pilkades serentak tahun 2017 di Kabupaten Lampung Utara Cacat Hukum.” papar Direktur LBH yang bertitel Sarjana Hukum tersebut.
Samsi Eka Putra, pria murah senyum itu menambahkan, Putusan Majelis Hakim dimaksud semakin benar setelah dikuatkan dengan Keputusa Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 30 November 2018.
“Berarti 90 Kepala Desa yang menjadi peserta Pilkades serentak tahun 2017 di Lampung Utara tidak sah menjadi Kepala Desa. Dan dalam kurun waktu lebih dari dua tahun Kepala Desa yang cacat hukum tidak sah mengelola seluruh dana pemerintah di Desa masing-masing.”ujarnya.
Lanjutnya, secara hukum sangat jelas 90 Kepala Desa dimaksud telah melakukan korupsi yang sangat nyata, karena tidak sah mengelola dana pemerintah. Dan seluruh surat pertanggungjawaban yang dibuat Kepala Desa yang tidak sah adalah fiktif.
“Sejauh ini belum ada tindakan Pemerintah Kabupaten Lampung Utara untuk menuju aturan hukum yang benar sesuai putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kotabumi dan Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait masalah yang telah saya uraikan.”ungkap Samsi.
Direktur Kabupaten LBH itu menjelaskan, dari putusan itu Pemkab Lampura dapat menentukan dua opsi pilihan, Yang pertama membayar denda. Pilihan lain adalah membiarkan dengan waktu yang berlarut karena menganggap putusan tersebut adalah hal yang ringan. Tentunya dia sebagai penggugat akan dan harus melaksanakan eksekusi.
Samsi menerangkan, Eksekusi itu adalah upaya paksa terhadap putusan pengadilan yg tidak atau belum di laksanakan.
“Jika eksekusi tersebut saya lakukan maka Pemerintah Daerah harus membayar denda 25 juta kepada saya dan pada diktum ke-3 putusan tersebut pemerintah daerah juga harus segera melakukan pemberhentian atau mencabut surat keputusan Bupati tentang pengangkatan Kepala Desa hasil seleksi panitia Pilkades serentak Lampung Utara tahun 2017.
Lanjut dia, Jika Itu tidak dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Utara maka sama halnya Pemerintah Kabupaten Lampung utara telah melakukan pembiaran tindak pidana korupsi terhadap 90 Kepala Desa karena akibat dari eksekusi tersebut secara otomatis SK pengangkatan Kepala Desa itu batal demi hukum sehingga 90 Kepala Desa itu telah kehilangan kewenangannya dalam mengelola uang negara selaku Kepala Desa.
“Kepala Desa dapat meminta jaminan kepada Pemerintah Daerah dalam hal ini Kepala DPMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa) selaku leding sektor Pemerintahan Desa, bahwasan nya jika pihak penggugat melakukan eksekusi, Pemkab Lampura dapat menjamin sehingga 90 Kades hasil seleksi panitia Pilkades serentak Kabupaten Lampung Utara th 2017 tidak akan menerima dampak apapun akibat eksekusi tersebut.”cetusnya.
Samsi menyebutkan, guna Kades meminta jaminan adalah agar ada yang bertanggung jawab terhadap masalah tersebut. Karena sangat berpotensi terjerat tindak pidana korupsi, bukan hanya sekedar diberhentikan sebagai Kades. Karena SK pengangkatan 90 Kades harus batal demi hukum.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak terkait belum bisa dihubungi.(*)