Lampungjaya.news, Bandar Lampung – Pihak Rumah Sakit (RS) Airan Raya bereaksi. Terkait adanya dugaan melakukan penunggakan pembayaran biaya pembangunan. Oleh manajemen. Kepada Heru Lasmono Solikhun.
Melalui kuasa hukumnya: Sopian Sitepu, manajemen RS Airan Raya mengklarifikasi apa yang telah dituduhkan ke manajemen RS tak benar.
Menurut Sopian, RS Airan tak pernah memiliki hutang kepada Heru Lasmono Solikhun. Sebagaimana yang dikatakan DPD SPSI –selaku kuasa hukum Heru.
“Sebenarnya perselisihan ini sudah terjadi sejak 14 November 2019 lalu. Di situ disepakati pertemuan, antara Heru Lasmono Solikhun didampingi kuasa hukumnya terlebih dahulu: Suhendro dan Michael Sherman,” kata Sopian, Selasa (11/8). Ketika ditemui di PN Tanjungkarang.
“Hadir pula pihak RS Airan Raya. Yang di situ ada saya selaku kuasa hukum. Dan disepakati dalam mediasi yakni perhitungan dari Heru Lasmono Solikhun akan diakui kebenarannya setelah dilakukan validasi,” kata dia.
Validasi itu dilakukan dengan syarat: nota putih dengan tindasan yang ada di faktur putih dengan tindasan yang ada di toko sama bentuk, jumlah, tulisan, dan tandatangan. Keterangannya tak ada yang dipalsukan.
Lalu harga yang ada dalam nota faktur putih yang sama dengan tindasan sesuai harga pasar. Dengan tidak ada mark up.
“Nota faktur harus ada nama toko. Dan stempel toko. Nah RS Airan Raya tidak akan membayar itu semua jika ada mark up. Atau pemalsuan nota,” jelasnya.
Sedangkan dalam verifikasi itu, pihak Heru Lasmono menugaskan pemilik toko. Yang barangnya diambil sendiri olehnya. Juga pengakuan sepihak Heru itu sudah dibayar dulu olehnya.
“Setelah dilakukan verifikasi ke pemilik toko, bersama dengan bagian keuangan RS Airan Raya, ditemukan nota sebagai bukti pembayaran banyak terjadi mark up,” sebutnya.
Pun, lanjut Sopian, tak memiliki tindasan serta adanya perbedaan antara nota putih dengan tindasan yang ada di pemilik toko. “Apabila pihak Heru memiliki bukti yang valid silahkan lakukan upaya hukum,” tegasnya.
Apabila nanti apa yang dituduhkan ke pihak RS Airan Raya tak terbukti, pihaknya tak segan membawa permasalahan ini ke jalur hukum. “Tentunya opsi itu akan kita tempuh. Kita merundingkannya terlebih dahulu dengan pihak RS Airan Raya,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, berdirinya Rumah Sakit Airan Raya diduga tak terlepas dari kendala pendanaan. Bahkan, diduga bangunan RS yang berlokasi di Jati Agung, Lampung Selatan (Lamsel) itu masih terjadi penunggakan pembayaran biaya pembangunan.
Kabar tersebut datang dari Konfederasi DPD Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Lamsel. Ya, dalam konfrensi pers di Emersia Hotel, Senin (10/8), SPSI mempertanyakan tanggungjawab tunggakan utang-piutang atas pembagunan RS Airan Raya.
Menurut keterangan Izwari selaku sekretaris DPD SPSI Lamsel, sudah tiga tahun sejak terselesaikannya pembangunan, sisa pembayaran belum terselesaikan oleh managemen RS Airan Raya.
“Kami Konfederasi DPD SPSI Lamsel dipercaya dan mendapatkan kuasa dari bapak Heru Lasmono, dkk. Klien kami ini menderita kerugian karena sisa pembayaran pembangunan RS Airan Raya, sampai saat ini belum diselesaikan manajemen RS tersebut. Kami saat ini mempertanyakannya,” ujar Izwari.
Kepada wartawan Izwari menjelaskan, DPD SPSI Lamsel, kliennya sebagai pelaksana kerja pengadaan barang dan jasa. Akibat hal tersebut, para kliennya menderita kerugian Rp3.146.504.900. “SPSI organisasi nasional yang bergerak untuk kepentingan dan hak pekerja, karyawan, buruh, sesuai UU No. 13 tentang Ketenagakerjaan,” ungkapnya.
Dijelaskan, anggota SPSI Heru Lasmono dkk. sebagai pekerja diminta oleh Direktur PT Airan Raya dr. Iqbal dan Daljono untuk terlibat secara tenaga dan permodalan. Dengan kesepakatan melaksanakan pembangunan RS Airan Raya, yang saat ini telah selesai dan beroperasi.
“Pekerjaan dan pengadaan tersebut telah memenuhi prosedur. Baik pengawasan mutu barang, harga, volume, nota-nota, dan surat jalan serta absensi, yang setiap minggunya dilakukan amprahan menyerahkan progrest report yang diminta pihak manajemen PT Airan Raya melalui staf laporan. Semua prosedural telah terlaksana dengan baik,” paparnya.
Menurutnya, pihaknya sebelumnya telah beritikad baik dengan melayangkan surat. Demi menjaga citra dan paradigma RS Airan Raya dari pandangan publik.
“Kami juga demi menjaga persahabatan, kami akan menyurati Kementrian dan Dinas terkait serta Gubernur, DPRD untuk memediasi hal tersebut jika masih ada jalan terbaik sebelum menempuh jalur hukum. Kalau sampai tidak ada itikad baik, maka akan ditempuh jalur hukum, karena klien kami dirugikan,” ungkapnya.
Selain Heru Lasmono, kata dia, ada juga beberapa rekanan yang ditunjuk secara lisan untuk membantu dengan sistem yang sama, dan juga belum mendapatkan sisa pembayaran pembangunan. “Heru Lasmono juga pernah mengajak untuk menghitung ulang volume yang dilakukan oleh consultan independen namun tidak ada tanggapan dari pihak Airan Raya,” ucapnya.
Selain itu SPSI juga bakal menggelar aksi damai bersama perwakilan dari 2.705 anggota konfederasi SPSI. “Somasi telah dua kali kami layangkan, untuk menyelesaikan persoalan sisa tagihan yang belum terbayar. Namun sampai saat ini tidak juga ada tanggapan. Kami tetap berprasangka baik, mengajak/mengundang Komisaris/Pemilik/Pengelola RS Airan Raya untuk duduk bersama,” tuturnya.
Yang disayangkan pihaknya, apresiasi timbal balik dari kesepakatan kewajiban yang telah dilaksanakan tidak sesuai hak yang diterima. “Sampai saat ini klien kami belum mendapatkan sisa pembayaran dari pihak RS Airan Raya dan manajemen, saat ini sudah masuk tahun ke tiga,” pungkasnya. (Jepri A.S)