Melakukan Penggelapan , Fajrun Politisi Demokrat Di Tuntut 3 Tahun Penjara
Spread the love

Lampungjaya.news, Bandar Lampung – Mantan Sekretaris DPD Partai Demokrat Lampung Fajrun Najah Ahmad akhirnya menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 3 Februari 2020.

Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Salahuddin mengatakan terdakwa Fajrun secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana diatur pasal 372 KUHP tentang penggelapan.

“Meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa dengan pidana 3 tahun penjara dihitung sejak terdakwa berada di dalam tahanan,” kata Salahuddin.

Adapun hal yang memberatkan dalam tuntutan, kata Salahuddin, bahwa terdakwa tidak mengakui perbuatannya yang merugikan orang lain.

“Sedangkan hal yang meringankan terdakwa berlaku sopan dalam persidangan dan bersikap kooperatif,” tandasnya.

Ketua Majelis Hakim Pastra Joseph Ziraluo pun memberikan kesempatan terhadap Fajrun untuk menanggapi tuntutan JPU.

“Atas tuntutan tersebut, silahkan kalau keberatan saudara bisa mengajukan pledoi, bisa dibuat sensiri atau melalui PH (penasehat hukum),” kata Pastra.

Penasehat Hukum Fajrun, Nizam Arista menyampaikan akan membuat nota pembelaan.

“Yang mulia, kami akan ajukan pembelaan, dari PH ada dan dari terdakwa ada,” kata Nizam.

“Baik silahkan, membuat nota pembelaan baik dari PH maupun terdakwa, untuk terdakwa bisa ditulis tangan jika kesulitan,” kata Pastra.

Pastra pun menunda sidang hingga Senin minggu depan tanggal 10 Januari 2020.

Usai persidangan, Fajrun tak mau berkomentar terkait tuntutan hari ini.

“Ke pengacara saja ya, yang penting saya sehat sehat,” ucapnya sembari berlalu.

Terpisah Penasehat Hukum Fajrun, Nizam Arista menilai tuntutan tiga tahun untuk kliennya cukup berat.

“Untuk perkara seperti itu cukup berat jika mengajukan tuntutan tiga tahun,” kata Nizam.

Nizam pun mengaku pihaknya akan mengajukan pledoi atau nota kebaratan atas tuntutan hari ini.

“Tapi semua ini kami serahkan kepada majelis berapa yang akan di Vonis,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, diduga lakukan penipuan, politisi Lampung Fajrun Najah Ahmad alias Fajar duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu 11 Desember 2019.

Sekretaris DPD Demokrat Lampung ini menjalani sidang perdana yang dipimpin oleh Majelis Hakim Pastra Joseph Ziraluo.

Dalam dakwan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Irma Lestari, terdakwa Fajar melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri dengan rangkaian kebohongan untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang pada bulan Maret 2017.

“Adapun perbuatan tersebut dilakukan terdakwa bermula ketika terdakwa ingin mendapat keuntungan dengan meminjam uang kepada saksi Namuri Yasir,” kata JPU, Rabu 11 Desember 2019.

Kata JPU, selanjutnya terdakwa menghubungi menghubungi saksi Namuri Yasr melalui telphone untuk meminta bertemu di Kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Lampung.

“Atas permintaan tersebut saksi menyetujuinya dan baru dua hari kemudian saksi datang ke Kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Lampung untuk bertemu dengan terdakwa,” katanya.

Selanjutnya, beber JPU, terdakwa berbincang-bincang dengan menggunakan rangkaian kebohongan kepada saksi.

“Sebentar lagi tahapan Pemilihan Umum Kepala Daerah dimulai dan terdakwa mendapat perintah dari Ketua DPD Partai Demokrat Lampung (saksi Ridho Ficardo mantan Gubernur Propinsi Lampung),” ungkap JPU seraya menirukan pembicaraan saat itu.

Lanjut JPU, terdakwa mengatakan kepada saksi bahwa saksi Ridho Ficardo mencari pinjaman dana yang jumlahnya Rp 3 miliar sampai Rp 4 miliar.

Kepada saksi, kata JPU, uang tersebut nantinya dipergunakan untuk operasional Partai Demokrat Propinsi Lampung diantaranya untuk mengumpulkan kader–kader Partai Demokrat diseluruh wilayah propinsi Lampung dan untuk biaya lobi-lobi partai lain.

“Terdakwa kemudian bertanya kepada saksi Namuri, apakah saksi saat ini memiliki uang dan memiliki uang, maka terdakwa meminta tolong kepada saksi agar bersedia memberi pinjaman uang kepada terdakwa,” kata JPU.

JPU menuturkan, mendengar perkataan dan permintaan terdakwa tersebut, saksi Namuri menjawab dan mengaku tidak memiliki uang dengan jumlah tersebut.

“Terdakwa berusaha dan merayu saksi agar meminjamkan dan menyerahkan uang kepada terdakwa dengan cara meyakinkan akan dikembalikan paling lama 2 bulan dan akan memberi uang tambahan sebagai ucapan terima kasih,” terang JPU.

Tak hanya itu, tukas JPU, terdakwa juga menjanjikan akan memperkenalkan saksi Namuri kepada Gubernur Propinsi Lampung saat itu yakni saksi Ridho Ficardo.

“Terdakwa juga menjanjikan saksi Namuri akan bicara dengan Gubernur Propinsi Lampung agar memberi proyek atau pekerjaan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga,” imbuh JPU.

Atas perkataan dan janji-janji tersebut saksi Namuri percaya dan menyetujui permintaan terdakwa dengan menyerahkan uang sebesar Rp 2,75 miliar.

“Dengan ditemani oleh saksi Rustam Efendi dan saksi Sunarko, saksi Namuri ke Kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Lampung untuk menyerahkan uang,” katanya.

JPU menjelaskan penyerahan dilakukan secara bertahap, pertama Rp 1,5 miliar dan kedua Rp 1,25 miliar.

“Namun sampai dengan waktunya, terdakwa tidak mengembalikan uang sejumlah Rp 2,75 miliar ditambah uang terimakasi dan tidak pernah memperkenalkan saksi Namuri menemui Saksi Ridho Ficardo,” jelas JPU.

JPU menuturkan, seluruh uang yang telah terdakwa terima dari saksi Namuri juga tidak terdakwa pergunakan untuk kepentingan operasional Partai Demokrat Propinsi Lampung melainkan terdakwa pergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa.

“Terdakwa tidak mengembalikan seluruh uang milik saksi Namuri, sehingga pada akhir bulan Agustus 2017 saksi dan terdakwa melakukan pertemuan untuk kepastian pengembalian uang, terdakwa kemudian meminta waktu akan mengembalikan seluruh uang sampai pada akhir bulan September 2017 dengan surat tertulis,” terang JPU.

“Namun karena sampai dengan waktu yang telah dijanjikan oleh terdakwa tersebut terdakwa tidak juga mengembalikan seluruh uang saksi Namuri melaporkan terdakwa ke Polresta Bandar Lampung dan di proses secara hukum,” imbuh JPU.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP dan 372 KUHP.

Sementara itu penasehat hukum Fajar, Supriadi Adi menyatakan bahwa pihaknya keberatan atas dakwaan tersebut.

“Setelah saya membaca dakwaan ada beberapa kelemahan yang harus saya tanggapi karena disitu juga ada fakta-fakta yang saya ajukan,” katanya.

“Antara pelapor itu berbeda dengan surat pernyataan pengembalian uang, kami keberatan atas dakwaan itu kami ajukan esepsi,” tandasnya.(Lampungjaya.news/Jepri AS)